Ketika hari ‘Iedul Fithri tiba biasanya setelah menunaikan Shalat ‘Ied atau ketika saling mengunjungi ke rumah saudara atau tetangga, di antara kaum muslimin saling mengucapkan “Minal ‘Aaidiin, wal Faaiziin, Mohon Maaf, Lahir dan Batin.” Seakan-akan ucapan di atas adalah bait pantun yang dua kalimat terakhir merupakan arti dari dua kalimat yang pertama.
Berikut penjelasan ringkasnya
Al ‘Aaidu artinya adalah orang yang kembali, merupakan bentuk pelaku (fa’il) dari kata kerja (fi’il) ‘Aada yang artinya telah kembali. Sedangkan Al ‘Aaiduuna merupakan bentuk jamak (jamak mudzakkar salim) dari Al ‘Aaidu yang artinya menjadi orang-orang yang kembali.
Al Faaizu artinya adalah orang yang menang, merupakan bentuk pelaku (fa’il) dari kata kerja (fi’il) Faaza yang artinya telah menang, sedangkan Al Faaizuuna merupakan bentuk jamak (jamak mudzakkar salim) dari Al Faaizu yang artinya menjadi orang-orang yang menang.
Al ‘Aaiduuna dan Al Faaizuuna karena kemasukan huruf jar min, sehingga menjadi majrur. Karena kedua kata tersebut termasuk jenis jamak mudzakkar salim, maka ketika majrur wawu sukun diganti dengan ya’ sukun. Sehingga menjadi Al ‘Aaidiina dan Al Faaiziina.
Dalam kalimat lengkapnya menjadi, “Min Al ‘Aaidiina wa Al Faaiziina”.
Jika ada huruf yang berharokat sukun yang setelahnya ada alif lam dan sebelumnya berharokat kasroh, untuk memudahkan pembacaan maka huruf yang berharokat sukun tadi diberi harokat fathah.
Contoh : min al ‘aaidiina dibaca menjadi minal ‘aaidiina.
Dan jika ada hamzah washol, maka ketika di awal kalimat maka cara membacanya diberi harokat tergantung katanya, bisa fathah atau kasroh. Tapi jika berada di tengah kalimat maka cara membacanya dianggap tidak ada.
Contoh :
– Jika di awal kalimat maka dibaca al ‘aaidiina, hamzahnya berharokat fathah.
– Jika di tengah maka dibaca minal ‘aaidiina, hamzahnya dianggap tidak ada.
Jamak mudzakkar salim dalam keadaan majrur jika diwaqafkan, maka huruf nun-nya diberi harokat sukun.
Contoh : al ‘aaidiina ketika disukun maka dibaca menjadi al ‘aaidiin.
Sehingga bisa dibaca menjadi : “Minal ‘Aaidiin wal Faaiziin”.
Jika diartikan perkata maka :
– Min artinya dari
– Al ‘Aaidiin artinya orang-orang yang kembali
– Wa artinya dan
– Al Faaiziin artinya orang-orang yang menang.
Sehingga arti lengkapnya : “Dari orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang”.
Pengartian tersebut masih susah dimengerti, sehingga bisa diartikan menjadi: “(Semoga kamu) termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang.”
Atau mungkin diawali dengan Ja’alanallahu (Semoga Allah menjadikan kita), sehingga menjadi: “Ja’alanallahu minal ‘Aaidiin wal Faaiziin”.
Di sana ada ucapan lain yang diucapkan ketika saling bertemu di hari ‘ied, yaitu “Taqabbalallahu minnaa wa minka” yang artinya “Semoga Allah menerima (amal) dari kami dan darimu”. Ucapan ini adalah ucapan yang diucapkan oleh para shahabat ketika mereka saling bertemu pada hari ‘ied.
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (2/446) : Dalam Al Mahamiliyat dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata : “Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya, “Taqabbalallahu minnaa wa minka” (Semoga Allah menerima (amal) dari kami dan darimu).”
Sehingga ucapan “Taqabbalallahu minnaa wa minka” lebih utama daripada ucapan “Minal ‘Aaidiin wal Faaiziin”, dikarenakan ucapan “Taqabbalallahu minnaa wa minka” telah dicontohkan oleh para shahabat ketika mereka saling bertemu pada hari raya. Dan sebaik-baik contoh adalah apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum.
Jika kita bertemu dengan orang lain ketika hari ‘ied maka ucapkanlah “Taqabbalallahu minnaa wa minka”. Sehingga kita bukan termasuk seperti orang-orang yang telah disinggung Allah subhanahu wa ta’ala dalam firmannya,
“Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Al Baqarah : 61)
Akan tetapi ada pendapat lain yang mengatakan itu hanya ‘urf (kebiasaan/adat istiadat setempat) saja, sehingga boleh mengatakan “Minal ‘Aaidiin wal Faaiziin” atau “Taqabbalallahu minnaa wa minka”.
Dijelaskan oleh Ustadz Dzulqarnain hafizhahullah : “Dari sisi penggunaan lafazh, seseorang lebih bagus menggunakan kalimat-kalimat yang dipakai di kalangan shahabat atau tabi’in daripada menggunakan kalimat yang lainnya. Tapi ini penggunaannya bukan sunnah, itu cuma kebiasaan. Kalau misalnya kebiasaannya dia mengucapkan “Minal ‘Aaidiin wal Faaiziin” maka tidak mengapa.
Tapi hal-hal yang bersifat kebiasaan, harusnya tidak dilakukan terus-menerus sehingga kadang seseorang menganggapnya sebagai hal yang disyari’atkan.”
Wallohu a’lam.
Sumber: http://farisna.wordpress.com/2011/08/18/makna-ucapan-minal-aidin-wal-faizin/