Langsung ke konten utama

kemanakah KESETIAAN itu?

      oh dua kupu lagi jatuh ke meja, ” kataku. Sambil berlalu, aku terhenti sebentar dan bertanya, “mengapa sampai jatuh ke meja? Berdua lagi?!” Aku putuskan untuk kembali melihat ‘mereka’ berdua. Kupu yang bersayap kuning lebih dari separuh badannya tenggelam.
      Kemarin, Sabtu 13 April sekitar pkl. 09.15-an ada hal yang menarik perhatian. Begitu selesai RAPAT dan mencari tempat untuk menenangkan diri di ruang satpam sekolah. Tiba-tiba ada sesuatu jatuh persis di depanku. Reflek, aku berusaha melihat secara cepat. “
      Yang satu, bersayap biru, masih bisa mengepakkan sayapnya dengan lemah di atas meja yang kering. Begitu kulihat ‘mereka’ terjawab sudah pertanyaanku. Ternyata ‘mereka’ sedang memadu kasih; dan entah karena saking serunya, mungkin ‘mereka’ menabrak kaca jendela ruang satpam sebelum akhirnya jatuh ke meja. Jadi ingat lagu masa kecil, “cinta itu seperti kupu, kupu yang terbang tinggi. Hinggap dimana saja yang dia ingini.
            Nah kalau yang ini benar-benar dua sejoli kupu yang sedang dimabuk asmara. Namun sayang, cinta ‘mereka’ penuh pengorbanan. Panas teriknya mentari menjelang dhuhur, berubah menjadi gersangnya suasana meja yang sudah sejak rapat tadi memanas. Sejenak kemudian, sayap dua kasih itu berhenti bergerak. “Waduh terlambat,” pikirku. Segera aku putuskan untuk mencari daun, mengangkat dan meletakkan ‘mereka’ jauh dari meja. Herannya, masih saja ‘mereka’ dalam posisi memadu kasih. Keempat sayapnya meregang. Terkulai layu tapi kaku dan saling berhadapan muka dengan berbantalkan pion yang tercecer. Mungkin ini yang dibilang cinta sejati. Cinta bukan hanya di kala suka, tapi di pinggir maut pun, jalinan kasih yang terpaut itu tak pupus oleh tantangan alam. Benar-benar pasangan yang ideal. Aku kipas-kipas dan segera memindahkan ‘mereka’ ke tempat yang lebih hangat. 
       Aku juga coba menolong ‘mereka’ dengan melemaskan sayapnya. Harapannya cuman satu, “kemesraan ini janganlah cepat berlalu…” bak lagunya Iwan Fals. Siapa sih yang mau menderita dalam cinta. Jadi wajar dong aku berusaha mempertahankan cinta ‘mereka’. Ajaib, sang mentari bersahabat menghembuskan semilir angin menyegarkan, sayap-sayap itu mulai kembali mengepak. Dan benar, tidak berapa lama, wuss….kupu yang bersayap biru itu pun segera terbang. “Lho kok gitu….,” kataku dalam hati. Aku protes. Sebab dia terbang meninggalkan pasangannya. Apa dia tidak tahu, pasangannya belum pulih? Seolah dia mengabaikan susahnya kupu bersayap kuning itu untuk terbang kembali. Aku berusaha menolongnya. Aku pindahkan ke tempat yang lebih teduh. Tapi tetap sia-sia, kupu bersayap kuning itu bukan hanya tidak bisa terbang lagi. Tapi akhirnya juga mati…dalam cintanya. Dan entah kemana perginya sang kupu bersayap biru itu? 
           Momen itu meninggalkan pertanyaan yang tidak terjawab olehku, kupu yang bersayap biru itu betina atau jantan ya? Kok dia tidak setia dan meninggalkan pasangannya? So, apakah kesetiaan itu berbatas seperti mereka??

Postingan populer dari blog ini

PROCEDURE TEXT : How to make ONDE-ONDE

This good for someone who can not make a cake "Onde-Onde", and this instructions how to make ONDE-ONDE from Denanyar cuisine , here we share the recipe with different flavor: GREENBEAN INSIDE Leather Material: 250 g sticky rice flour 25 gr sago flour ½ teaspoon salt ¼ teaspoon vanilla 15 gr sugar Btr 1 egg 150 ml warm water 100 gr sesame cooking oil Contents: 100 gr green beans, peeled 75 gr sugar Pandan leaves 1 ¼ teaspoon salt ¼ teaspoon vanilla 50 ml coconut milk How to make: 1.Contents: steamed green beans until cooked and tender. Lift, then blend while hot. Combine the green beans with sugar, pandan leaves, salt, vanilla and coconut milk, mix well. Cook over low heat until the dough can dipulung content. Chill. Take the contents of 10 g dough, then round it off. Set aside. 2. Skin: mix rice flour, sago flour, salt, vanilla, sugar and egg mix well. Pour warm water little by little, while diuleni to be dull and dipulung, set aside. 3. Take 15 g dough skin, pipihkan. Put t

DESCRIPTIVE TEXT.......MOUNT BROMO

by Darju Prasetya from Tuban, East Java Climbing mountains is my hobby. I really love this hobby because we can enjoy the beautiful landscape created by God. We can also refresh our mind after we work all day in the city. One of the most beautiful and magical mountains in East Java which I have visited is Mount Bromo. It is located in Probolinggo Regency not far from the Malang Regency. You know that this mountain is very interesting because you can see the beautiful sunrise and sunset from this mountain. You can take a magical picture from the sky above this mountain. Beside that you can see the beautiful or large field or what the Bromo people call ‘Lautan Pasir’ or ‘The Desert Sea’. It is very beautiful if you see from the top of Mount Bromo. On the top of Mount Bromo, there are also a ‘Kawah’ or ‘Crater’, where visitors can make their body warm in the cold conditions of this mountain. In this crater you can see some beautiful colors of fire and beautiful smoke going up to the sky.

ORANGTUA DAN MORAL ANAK KITA

Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Moral Ibu adalah orang yang paling dekat pada anak. Ia merupakan orang yang pertama yang mengajarkan cara berbicara, cara menghitung jari di tangan, dan cara mengekspresikan rasa kasih sayang dan simpati pada orang lain. Dengan demikian ia merupakan guru pertama dan utama dalam mengendalikan anaknya untuk menjadi orang yang baik dan berguna bagi orang. Kemudian ayah juga harus menjadi orang yang pertama atau orang nomor dua dalam kehidupan anak sebagai pendidik anak dan membimbingnya tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas. Menjadi orang yang berguna seperti kata Rasullullah SAW: khairunnas anfahum linnas- orang yang baik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Namun dari kenyataan dalam hidup ini terlihat bahwa jutaan kaum bapak tidak tahu dan tidak mau tahu soal mendidik anak. Mereka terlalu menyerahkan urusan mendidik anak pada kaum ibu. Sebagian menganggap bahwa kalau ikut mendidik dan merawat anak maka karakter maskulin mereka akan merosot.