Banyak kasus yang mengguncang jiwa pemuda kita saat ini. Perlu kita sadari sungguh-sungguh, bahwa tantangan kehidupan kebangsaan kita hari-hari sekarang memerlukan tampilan para pemuda yang kuat, semangat solidaritas yang tinggi, mempunyai nilai empati sosial yang dalam, yaitu kemampuan merasakan penderitaan sesama dan kesadaran untuk berbagi rasa dengan orang lain.
Tapi, sekarang banyak dari kalangan pemuda kita, sudah tidak lagi memiliki keteguhan akhlak, moralitas, sikap berani, dan bertanggung jawab. Sumpah Pemuda tak lagi dijiwai, bahkan sudah memudar seiring dengan perkembangan zaman yang semakin elit dan canggih. Kenapa kita katakan seperti itu? Karena memang itulah realita yang kerap kali terjadi di lapangan social kita.
Akar teror tiada henti-hentinya. Yang mengganggu kenyamanan hidup orang banyak. Bom bunuh diri juga tak mau kalah unjuk keberanian di depan umum, yang tak pernah memikirkan orang lain akan dampak perbuatannya. Dari kejadian demi kejadian, selalu terungkap bahwa pelakunya berasal dari pemuda Indonesia. Usia yang masih produktif kisaran 17 sampai 35 tahun.
Dengan peristiwa teror yang tiada henti, yang sudah mengganggu kenyamanan hidup khalayak ramai, membuat Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 silam, sekarang tak lagi menunjukkan adanya rasa persatuan dan kesatuan bangsa, seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa kita. Apalagi baru-baru ini ada penangkapan satu orang terduga teroris di Solok, Sumatera Barat pada tanggal 30 September lalu.
Seorang terduga teroris ini merupakan salah satu Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus Bom Cirebon. Beni Asri 26 tahun, umur yang masih muda, ditangkap Densus 88 Mabes Polri di Solok, Sumatera Barat. Kita semua ingin bahwa para pemuda kita akan mampu mentransfer semangat Sumpah Pemuda 1928 dalam jiwanya. Berusaha meneladani semangat para pemuda terdahulu, sehingga mereka bisa berikrar, mengatakan, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, bertanah air yang satu, tanah air Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kita harap tak ada lagi kelanjutan jaringan Negara Islam Indonesia (NII), yang mengajak orang-orang hijrah ke Negara lain, yang lucunya dan tak lain itu adalah dari Indonesia kembali ke Indonesia. Secara tidak sadar kita sudah merusak isi dari Sumpah Pemuda, yang kita peringati tiap tahunnya. Mengotori niat suci The Founding Fathers kita.
Belum lagi pemakaian narkoba yang kian marak. Menurut, Pjs Direktorat Narkoba Polda Sumbar AKBP Alidison, terhitung sejak Januari hingga September 2011, terdapat 290 kasus narkoba yang ada, tersebut 37 kasus diantaranya belum diselesaikan, dan masih dalam penyelidikan petugas. Sedihnya lagi, bahwa pemakai pada umumnya yang menjadi konsumen Narkoba di Sumatera Barat adalah pelajar dan pengangguran.Jika tidak teratasi dengan serius masa depan anak bangsa akan hancur. Jiwa yang terkandung dalam Sumpah Pemuda jadi musnah. Itu pun, kasus narkoba yang ditangani Dit. Narkoba Polda Sumatera Barat setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Ada pun tiga faktor dominan yang mendorong seseorang menjadi pecandu narkoba: pertama, lingkungan keluarga. Suasana keluarga yang membosankan, keretakan keluarga, minimnya perhatian dan kasih sayang orangtua berpotensi mendorong remaja lari ke narkoba. Kedua, faktor minimnya bekal keagamaan yang dimiliki anak. Bila kondisi mental anak kurang didasari pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan secara kuat, ia mudah mengalami kegelisahan, frustasi dan depresi kalau ditimpa masalah.
Kurangnya pegangan agama ini pada gilirannya akan membuat perjalanan hidupnya terasa hampa, mengalami krisis identitas dan krisis makna hidup. Gejala ini adalah gejala umum masyarakat modern sebagai residu yang dilahirkan oleh gemerlapnya modernisasi. Kehampaan spiritual yang dialami sebagian remaja dapat menghantarkannya ke upaya pencarian kompensasi secara salah, seperti mengonsumsi narkoba.
Ketiga, pengaruh pergaulan. Banyak remaja yang menjadi korban narkotika karena ikatan kelompok. Sebagian remaja memilih lingkungan dan kawan pergaulan yang negatif. Sebagai akibatnya, banyak di antara remaja terjerumus ke penyalahgunaan narkoba. Semula mereka cuma ikut-ikutan mencicipi, lama kelamaan menjadi pengguna sehingga menjadi mangsa baru para pengedar.
Dengan begitu, peringatan Sumpah Pemuda yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun, tetap memiliki relevansi historis dari waktu ke waktu. Salah satu wujud semangat Sumpah Pemuda di era kekinian adalah dengan memunculkan kesadaran bahwa kemajuan bangsa yang berkeadilan sosial dan bermartabat, akan lebih cepat tercapai apabila bangsa Indonesia tetap mempertahankan rasa persatuan dan kesatuan.
Dalam memperbaiki kualitas kehidupan bangsa kita, tak ada salahnya kita memberi kesibukkan kepada pemuda kita dalam mengembangkan bakat. Sehingga waktu luang digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat. Seperti, menumbuhkan budaya olahraga, mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan, meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama, meningkatkan potensi pemuda dalam kepeloporan dan kepemimpinan dalam pembangunan, melindungi generasi muda dari bahaya penyalahgunaan narkoba, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda, mengembangkan kebijakan dan manajemen olahraga, serta membina dan memasyarakatkan olahraga. (*)
Tapi, sekarang banyak dari kalangan pemuda kita, sudah tidak lagi memiliki keteguhan akhlak, moralitas, sikap berani, dan bertanggung jawab. Sumpah Pemuda tak lagi dijiwai, bahkan sudah memudar seiring dengan perkembangan zaman yang semakin elit dan canggih. Kenapa kita katakan seperti itu? Karena memang itulah realita yang kerap kali terjadi di lapangan social kita.
Akar teror tiada henti-hentinya. Yang mengganggu kenyamanan hidup orang banyak. Bom bunuh diri juga tak mau kalah unjuk keberanian di depan umum, yang tak pernah memikirkan orang lain akan dampak perbuatannya. Dari kejadian demi kejadian, selalu terungkap bahwa pelakunya berasal dari pemuda Indonesia. Usia yang masih produktif kisaran 17 sampai 35 tahun.
Dengan peristiwa teror yang tiada henti, yang sudah mengganggu kenyamanan hidup khalayak ramai, membuat Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 silam, sekarang tak lagi menunjukkan adanya rasa persatuan dan kesatuan bangsa, seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa kita. Apalagi baru-baru ini ada penangkapan satu orang terduga teroris di Solok, Sumatera Barat pada tanggal 30 September lalu.
Seorang terduga teroris ini merupakan salah satu Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus Bom Cirebon. Beni Asri 26 tahun, umur yang masih muda, ditangkap Densus 88 Mabes Polri di Solok, Sumatera Barat. Kita semua ingin bahwa para pemuda kita akan mampu mentransfer semangat Sumpah Pemuda 1928 dalam jiwanya. Berusaha meneladani semangat para pemuda terdahulu, sehingga mereka bisa berikrar, mengatakan, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, bertanah air yang satu, tanah air Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kita harap tak ada lagi kelanjutan jaringan Negara Islam Indonesia (NII), yang mengajak orang-orang hijrah ke Negara lain, yang lucunya dan tak lain itu adalah dari Indonesia kembali ke Indonesia. Secara tidak sadar kita sudah merusak isi dari Sumpah Pemuda, yang kita peringati tiap tahunnya. Mengotori niat suci The Founding Fathers kita.
Belum lagi pemakaian narkoba yang kian marak. Menurut, Pjs Direktorat Narkoba Polda Sumbar AKBP Alidison, terhitung sejak Januari hingga September 2011, terdapat 290 kasus narkoba yang ada, tersebut 37 kasus diantaranya belum diselesaikan, dan masih dalam penyelidikan petugas. Sedihnya lagi, bahwa pemakai pada umumnya yang menjadi konsumen Narkoba di Sumatera Barat adalah pelajar dan pengangguran.Jika tidak teratasi dengan serius masa depan anak bangsa akan hancur. Jiwa yang terkandung dalam Sumpah Pemuda jadi musnah. Itu pun, kasus narkoba yang ditangani Dit. Narkoba Polda Sumatera Barat setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Ada pun tiga faktor dominan yang mendorong seseorang menjadi pecandu narkoba: pertama, lingkungan keluarga. Suasana keluarga yang membosankan, keretakan keluarga, minimnya perhatian dan kasih sayang orangtua berpotensi mendorong remaja lari ke narkoba. Kedua, faktor minimnya bekal keagamaan yang dimiliki anak. Bila kondisi mental anak kurang didasari pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan secara kuat, ia mudah mengalami kegelisahan, frustasi dan depresi kalau ditimpa masalah.
Kurangnya pegangan agama ini pada gilirannya akan membuat perjalanan hidupnya terasa hampa, mengalami krisis identitas dan krisis makna hidup. Gejala ini adalah gejala umum masyarakat modern sebagai residu yang dilahirkan oleh gemerlapnya modernisasi. Kehampaan spiritual yang dialami sebagian remaja dapat menghantarkannya ke upaya pencarian kompensasi secara salah, seperti mengonsumsi narkoba.
Ketiga, pengaruh pergaulan. Banyak remaja yang menjadi korban narkotika karena ikatan kelompok. Sebagian remaja memilih lingkungan dan kawan pergaulan yang negatif. Sebagai akibatnya, banyak di antara remaja terjerumus ke penyalahgunaan narkoba. Semula mereka cuma ikut-ikutan mencicipi, lama kelamaan menjadi pengguna sehingga menjadi mangsa baru para pengedar.
Dengan begitu, peringatan Sumpah Pemuda yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun, tetap memiliki relevansi historis dari waktu ke waktu. Salah satu wujud semangat Sumpah Pemuda di era kekinian adalah dengan memunculkan kesadaran bahwa kemajuan bangsa yang berkeadilan sosial dan bermartabat, akan lebih cepat tercapai apabila bangsa Indonesia tetap mempertahankan rasa persatuan dan kesatuan.
Dalam memperbaiki kualitas kehidupan bangsa kita, tak ada salahnya kita memberi kesibukkan kepada pemuda kita dalam mengembangkan bakat. Sehingga waktu luang digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat. Seperti, menumbuhkan budaya olahraga, mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan, meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama, meningkatkan potensi pemuda dalam kepeloporan dan kepemimpinan dalam pembangunan, melindungi generasi muda dari bahaya penyalahgunaan narkoba, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda, mengembangkan kebijakan dan manajemen olahraga, serta membina dan memasyarakatkan olahraga. (*)
[ Red/Redaksi_ILS ]/ Oleh : Evilanti Samangilailai
Peneliti Pro-PPKn FKIP Universitas Bung Hatta, Padang
Peneliti Pro-PPKn FKIP Universitas Bung Hatta, Padang