JALAN SELAMAT ADALAH DENGAN BERPEGANG TEGUH KEPADA AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH MENURUT PEMAHAMAN SALAFUSH SHALIH
“Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Janganlah kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam: 153)
Saudaraku yang semoga dimuliakan Allah,
Jalan keselamatan hanya akan ada satu, yaitu jalan yang telah dilalui generasi terbaik dari umat ini, mereka adalah generasi yang hidup sejaman dengan Rasulullah yakni para sahabat, kemudian generasi setelahnya yakni para tabi’in, kemudian generasi setelahnya yakni para tabi’ut tabi’in.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Sebaik-baik umat ini adalah generasiku (para sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (para tabi’in), kemudian orang yang mengikuti mereka (para tabi’ut tabi’in).” (Muttafaqun ‘alaihi/ HR. Bukhari, Muslim)
Mereka adalah 3 generasi utama yang telah mendapat petunjuk dan ridha Allah, serta mereka telah mendapat jaminan surga. Barangsiapa yang mengikuti jejaknya, maka sesungguhnya dia telah menempuh jalan keselamatan.
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pernah membuat garis (lurus) dengan tangannya, lalu beliau bersabda, “Inilah jalanku yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian beliau bersabda,’ Ini adalah jalan-jalan yang sesat, tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya.” (Hadits shahih, riwayat Ahmad dan Nasa’i)
Hadits diatas menunjukkan bahwa umat Islam ini akan dihadapkan dengan banyak sekali jalan, ada jalan yang melenceng ke kanan dan ada yang ke kiri, ada pula jalan yang miring akan tetapi seakan-akan terlihat lurus. Dan diantara banyak jalan yang miring itu ada 1 jalan yang lurus, bagi orang yang ingin melewati jalan tersebut harus dengan ilmu, harus dengan kehati-hatian. Akan banyak sekali rintangan yang berusaha menghambat jalan tersebut. Jalan yang lurus Itulah jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah dan para salafush shalih.
Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa diantara kalian yang ingin meneladani, hendaklah meneladani para Sahabat Rasulullah r. Karena sesungguhnya mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya, paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya. Suatu kaum yang Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan untuk menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah jejak langkahnya, karena mereka berada di atas jalan yang lurus.”
Jalan keselamatan hanya akan ada satu, yaitu jalan yang telah dilalui generasi terbaik dari umat ini, mereka adalah generasi yang hidup sejaman dengan Rasulullah yakni para sahabat, kemudian generasi setelahnya yakni para tabi’in, kemudian generasi setelahnya yakni para tabi’ut tabi’in.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Sebaik-baik umat ini adalah generasiku (para sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (para tabi’in), kemudian orang yang mengikuti mereka (para tabi’ut tabi’in).” (Muttafaqun ‘alaihi/ HR. Bukhari, Muslim)
Mereka adalah 3 generasi utama yang telah mendapat petunjuk dan ridha Allah, serta mereka telah mendapat jaminan surga. Barangsiapa yang mengikuti jejaknya, maka sesungguhnya dia telah menempuh jalan keselamatan.
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pernah membuat garis (lurus) dengan tangannya, lalu beliau bersabda, “Inilah jalanku yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian beliau bersabda,’ Ini adalah jalan-jalan yang sesat, tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya.” (Hadits shahih, riwayat Ahmad dan Nasa’i)
Hadits diatas menunjukkan bahwa umat Islam ini akan dihadapkan dengan banyak sekali jalan, ada jalan yang melenceng ke kanan dan ada yang ke kiri, ada pula jalan yang miring akan tetapi seakan-akan terlihat lurus. Dan diantara banyak jalan yang miring itu ada 1 jalan yang lurus, bagi orang yang ingin melewati jalan tersebut harus dengan ilmu, harus dengan kehati-hatian. Akan banyak sekali rintangan yang berusaha menghambat jalan tersebut. Jalan yang lurus Itulah jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah dan para salafush shalih.
Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa diantara kalian yang ingin meneladani, hendaklah meneladani para Sahabat Rasulullah r. Karena sesungguhnya mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya, paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya. Suatu kaum yang Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan untuk menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah jejak langkahnya, karena mereka berada di atas jalan yang lurus.”
(Atsar shahih, diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Naar, dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/947 no.1810)
Imam Malik bin Anas (gurunya imam Asy-Syafi’i) berkata, “Generasi akhir umat ini tidak bisa menjadi baik kecuali dengan mengikuti generasi pertama mereka (para sahabat).” (Sya-Syifa, Qadhi ’Iyadh, II:88)
Imam Ahmad (murid imam Asy-Syafi’i) berkata, “Pondasi sunnah ,menurut kami adalah berpegang teguh kepada para sahabat dan meneladani mereka.” (dalam Al-Lalika’i, hal. 317)
Imam Malik bin Anas (gurunya imam Asy-Syafi’i) berkata, “Generasi akhir umat ini tidak bisa menjadi baik kecuali dengan mengikuti generasi pertama mereka (para sahabat).” (Sya-Syifa, Qadhi ’Iyadh, II:88)
Imam Ahmad (murid imam Asy-Syafi’i) berkata, “Pondasi sunnah ,menurut kami adalah berpegang teguh kepada para sahabat dan meneladani mereka.” (dalam Al-Lalika’i, hal. 317)
Saudaraku yang semoga dimuliakan Allah,
Terkadang diantara kita ada yang berpendapat “Ya boleh-boleh saja orang berpengangan dengan pemahaman apa saja, yang penting merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah” terkadang ada juga yang berkata “Jalan apa saja boleh ditempuh, asal tujuan kita sama, yakni mencari ridha Allah”
Saudaraku, Seseorang yang telah merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah belum tentu mengikuti pemahaman (cara beribadahnya) para sahabat. Bukankah telah kita saksikan, banyak sekali kelompok-kelompok yang mengusung panji Islam, tetapi pada hakikatnya dia menyimpang? Lihat saja orang-orang yang berpemahaman khawarij. Dari pakaiannya sudah sesuai dengan sunnah, memanjangkan jenggot, tidak isbal (tidak memanjangkan celana di bawah mata kaki), yang wanitanya juga berjilbab sesuai syar’i, bahkan ada yang memakai cadar. Subhanallah, apa yang mereka lakukan itu adalah sunnah yang mulia. Akan tetapi mereka mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah tidak merujuk sesuai dengan pemahaman salafush shalih. Mereka mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman mereka sendiri atau guru-guru mereka. Sehingga dengan pemahamannya yang menyimpang itu, mereka mengkafirkan saudara muslim lainnya tanpa ada bukti, menghalalkan darahnya, sehingga tidak sedikit diantara mereka yang terjerumus ke dalam irhab (teror), melakukan pengeboman di sana-sini.
Lihatlah, itu adalah contoh orang yang memahami Al-Qur’an dan Sunnah (hadits) tetapi tidak merujuk sesuai pemahaman salafush shalih.
Orang-orang khawarij dijaman Nabi dulu, mereka adalah ahli ibadah, bahkan ibadah para Sahabat Nabi jika dibanding dengan ibadahnya orang-orang khawarij tidak ada apa-apanya. Akan tetapi mereka (orang-orang khawarij) beribadah tanpa ilmu.
Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang khawarij, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Akan datang suatu kaum pada kalian yang kalian akan memandang rendah shalat kalian dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian dibandingkan dengan puasa mereka, amal-amal kalian dibanding dengan amal-amal mereka. Mereka membaca Al Qur’an (tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama ini seperti lepasnya anak panah dari buruan.”(HR. Bukhari nomor 5058 dan Muslim nomor 147/1064)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa mereka banyak membaca Al Qur’an tetapi beliau sendiri mencela mereka, mengapa demikian? Karena mereka tidak paham tentang Al Qur’an. Mereka mencoba memahami sendiri Al Qur’an dengan akal-akal mereka. Mereka enggan belajar kepada para shahabat.
Maka dari itu Ibnu Abbas berkata :
Terkadang diantara kita ada yang berpendapat “Ya boleh-boleh saja orang berpengangan dengan pemahaman apa saja, yang penting merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah” terkadang ada juga yang berkata “Jalan apa saja boleh ditempuh, asal tujuan kita sama, yakni mencari ridha Allah”
Saudaraku, Seseorang yang telah merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah belum tentu mengikuti pemahaman (cara beribadahnya) para sahabat. Bukankah telah kita saksikan, banyak sekali kelompok-kelompok yang mengusung panji Islam, tetapi pada hakikatnya dia menyimpang? Lihat saja orang-orang yang berpemahaman khawarij. Dari pakaiannya sudah sesuai dengan sunnah, memanjangkan jenggot, tidak isbal (tidak memanjangkan celana di bawah mata kaki), yang wanitanya juga berjilbab sesuai syar’i, bahkan ada yang memakai cadar. Subhanallah, apa yang mereka lakukan itu adalah sunnah yang mulia. Akan tetapi mereka mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah tidak merujuk sesuai dengan pemahaman salafush shalih. Mereka mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman mereka sendiri atau guru-guru mereka. Sehingga dengan pemahamannya yang menyimpang itu, mereka mengkafirkan saudara muslim lainnya tanpa ada bukti, menghalalkan darahnya, sehingga tidak sedikit diantara mereka yang terjerumus ke dalam irhab (teror), melakukan pengeboman di sana-sini.
Lihatlah, itu adalah contoh orang yang memahami Al-Qur’an dan Sunnah (hadits) tetapi tidak merujuk sesuai pemahaman salafush shalih.
Orang-orang khawarij dijaman Nabi dulu, mereka adalah ahli ibadah, bahkan ibadah para Sahabat Nabi jika dibanding dengan ibadahnya orang-orang khawarij tidak ada apa-apanya. Akan tetapi mereka (orang-orang khawarij) beribadah tanpa ilmu.
Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang khawarij, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Akan datang suatu kaum pada kalian yang kalian akan memandang rendah shalat kalian dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian dibandingkan dengan puasa mereka, amal-amal kalian dibanding dengan amal-amal mereka. Mereka membaca Al Qur’an (tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama ini seperti lepasnya anak panah dari buruan.”(HR. Bukhari nomor 5058 dan Muslim nomor 147/1064)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa mereka banyak membaca Al Qur’an tetapi beliau sendiri mencela mereka, mengapa demikian? Karena mereka tidak paham tentang Al Qur’an. Mereka mencoba memahami sendiri Al Qur’an dengan akal-akal mereka. Mereka enggan belajar kepada para shahabat.
Maka dari itu Ibnu Abbas berkata :
“Aku datang dari sisi kaum Muhajirin dan Anshar serta menantu Nabi. Al Qur’an turun kepada mereka (para sahabat). Dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya dari (pada) kalian.”
Maka hendaknya seseorang itu merasa takut kepada Allah, jangan menafsirkan ayat seenaknya sendiri tanpa di dasari keterangan dari para ulama Ahli Tafsir yang merujuk pada pemahaman salafush shalih.
HATI-HATI DENGAN TAKLID (mengekor/ikut-ikutan)
Salah satu sebab terjadinya penyimpangan adalah taklid buta, yaitu sekedar ikut-ikutan tanpa mengetahui dalilnya.
Alhamdulillah Allah telah memudahkan kita dalam beragama, dengan munculnya para Imam madzhab, ada banyak Imam madzhab, tetapi yang paling banyak digunakan kaum muslimin di dunia 4 madzhab, yakni madzhab Hanifah (Imam Abu Hanifah), madzhab Maliki (Imam Malik), madzhab Syafi’I (Imam Asy-Syafi’i), dan madzhab Hanbali (Imam Ahmad bin Hanbal). Mereka adalah imam-imam Ahlussunnah dan akidah mereka lurus.
Permasalahan ditengah kita, terkadang ada yang yang merasa bahwa madzhabnya lah yang paling benar, sedang yang lain tidak sesuai. Bahkan jika perkataan Imam madzhab ada yang bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits, kita tetap mengikutinya.
HATI-HATI DENGAN TAKLID (mengekor/ikut-ikutan)
Salah satu sebab terjadinya penyimpangan adalah taklid buta, yaitu sekedar ikut-ikutan tanpa mengetahui dalilnya.
Alhamdulillah Allah telah memudahkan kita dalam beragama, dengan munculnya para Imam madzhab, ada banyak Imam madzhab, tetapi yang paling banyak digunakan kaum muslimin di dunia 4 madzhab, yakni madzhab Hanifah (Imam Abu Hanifah), madzhab Maliki (Imam Malik), madzhab Syafi’I (Imam Asy-Syafi’i), dan madzhab Hanbali (Imam Ahmad bin Hanbal). Mereka adalah imam-imam Ahlussunnah dan akidah mereka lurus.
Permasalahan ditengah kita, terkadang ada yang yang merasa bahwa madzhabnya lah yang paling benar, sedang yang lain tidak sesuai. Bahkan jika perkataan Imam madzhab ada yang bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits, kita tetap mengikutinya.
Saudaraku yang semoga dimuliakan Allah,
Itulah yang namanya taklid, ikut-ikutan tetapi tidak melihat apakah yang diikuti itu bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits atau tidak.
Para Imam madzhab adalah orang yang telah banyak berjasa bagi umat Islam ini, ilmu mereka luas, dan akidah mereka lurus. Akan tetapi mereka juga manusia biasa, yang kadang benar, dan kadang juga bisa salah. Maka para Imam madzhab pun telah berkata di dalam kitab-kitab mereka, jika ada pendapat mereka yang bertenangan dengan Al Qur’an maupun hadits, maka wajib ditinggalkan.
Imam Abu Hanifah berkata, “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku”. (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)
Imam Malik berkata,
Itulah yang namanya taklid, ikut-ikutan tetapi tidak melihat apakah yang diikuti itu bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits atau tidak.
Para Imam madzhab adalah orang yang telah banyak berjasa bagi umat Islam ini, ilmu mereka luas, dan akidah mereka lurus. Akan tetapi mereka juga manusia biasa, yang kadang benar, dan kadang juga bisa salah. Maka para Imam madzhab pun telah berkata di dalam kitab-kitab mereka, jika ada pendapat mereka yang bertenangan dengan Al Qur’an maupun hadits, maka wajib ditinggalkan.
Imam Abu Hanifah berkata, “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku”. (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)
Imam Malik berkata,
“Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)
Imam Asy-Syafi’I berkata,
”Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
Imam Ahmad bin Hanbal berkata,
“Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
Saudaraku, mereka para Imam madzhab telah memberi peringatan kepada kita, agar kita jangan taklid buta kepada mereka. Dan itu pula yang diajarkan oleh para ulama, agar kita berjalan mengikuti jalannya para salafush shalih. Tidak ada alasan bagi kita untuk mengatakan “Ini bukan madzhabku”, “ini adalah madzhab mu” ingat saudaraku, kita boleh mengambil pendapat imam yang mana saja jika memang pendapat itu tidak bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits, akan tetapi jika pendapat mereka ada yang bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits maka sekali lagi wajib bagi kita untuk meninggalkannya.
Kesimpulannya, Jika kita mendapat suatu amalan/ilmu tentang agama, maka wajib bagi kita untuk mengembalikannya kepada Rasulullah, maksudnya di teliti kembali, apakah pernah dikerjakan Rasulullah dan para sahabatnya atau tidak, jika ia, maka silakan diamalkan, tetapi jika tidak maka kewajiban kita untuk meninggalkannya
Semoga pembahasan kali ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Allah senantiasa mencurahkan nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat sunnah kepada kita sekalian. Aamin
wallahu ta’ala a’lam
[Adi Abdussalam]
Buletin Jum’at Masjid Al-Inayah Edisi 15
[rujukan: Wasiat Perpisahan Rasulullah, oleh Ust.Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
Saudaraku, mereka para Imam madzhab telah memberi peringatan kepada kita, agar kita jangan taklid buta kepada mereka. Dan itu pula yang diajarkan oleh para ulama, agar kita berjalan mengikuti jalannya para salafush shalih. Tidak ada alasan bagi kita untuk mengatakan “Ini bukan madzhabku”, “ini adalah madzhab mu” ingat saudaraku, kita boleh mengambil pendapat imam yang mana saja jika memang pendapat itu tidak bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits, akan tetapi jika pendapat mereka ada yang bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits maka sekali lagi wajib bagi kita untuk meninggalkannya.
Kesimpulannya, Jika kita mendapat suatu amalan/ilmu tentang agama, maka wajib bagi kita untuk mengembalikannya kepada Rasulullah, maksudnya di teliti kembali, apakah pernah dikerjakan Rasulullah dan para sahabatnya atau tidak, jika ia, maka silakan diamalkan, tetapi jika tidak maka kewajiban kita untuk meninggalkannya
Semoga pembahasan kali ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Allah senantiasa mencurahkan nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat sunnah kepada kita sekalian. Aamin
wallahu ta’ala a’lam
[Adi Abdussalam]
Buletin Jum’at Masjid Al-Inayah Edisi 15
[rujukan: Wasiat Perpisahan Rasulullah, oleh Ust.Yazid bin Abdul Qadir Jawas]