Shuhbah oleh Maulana Syekh Muhammad Hisham Kabbani q.s.
Audzu billahi min asy-syaytan ir-rajiim
Bismillah ir-rahman ir-rahiim
Ilmu dan pengetahuan adalah penting dalam perjalanan menuju Akhirat. Sekalipun demikian, mengumpulkan pengetahuan tentang Dunya bukanlah hal yang paling penting. Allah telah mengirim kita ke dunia ini untuk membangun akhirat kita. Ia telah berfirman dalam Al-Quran Suci, “Dan tidaklah Aku ciptakan jinn dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tak membutuhkan rezeki dari mereka, tidak pula Aku membutuhkan makanan dari mereka.” [QS. 51: 57-58]. Allah telah menciptakan jinn dan manusia dengan maksud agar mereka menyembah-Nya. Peradaban terus mengalami kemajuan, tetapi hanya dalam urusan Dunya. Masyarakat kita telah menjadi lebih dan lebih unggul dalam pengembangan teknologi yang meningkatkan kualitas hidup kita secara materi. Di masa lalu, sebagai contoh, belum dikenal adanya sistem sprinkler (sistem penyemprot air otomatis, penj.), Saat itu sprinkler dikembangkan hanya untuk menjaga agar suatu bentangan dataran tetap hijau.
Bismillah ir-rahman ir-rahiim
Ilmu dan pengetahuan adalah penting dalam perjalanan menuju Akhirat. Sekalipun demikian, mengumpulkan pengetahuan tentang Dunya bukanlah hal yang paling penting. Allah telah mengirim kita ke dunia ini untuk membangun akhirat kita. Ia telah berfirman dalam Al-Quran Suci, “Dan tidaklah Aku ciptakan jinn dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tak membutuhkan rezeki dari mereka, tidak pula Aku membutuhkan makanan dari mereka.” [QS. 51: 57-58]. Allah telah menciptakan jinn dan manusia dengan maksud agar mereka menyembah-Nya. Peradaban terus mengalami kemajuan, tetapi hanya dalam urusan Dunya. Masyarakat kita telah menjadi lebih dan lebih unggul dalam pengembangan teknologi yang meningkatkan kualitas hidup kita secara materi. Di masa lalu, sebagai contoh, belum dikenal adanya sistem sprinkler (sistem penyemprot air otomatis, penj.), Saat itu sprinkler dikembangkan hanya untuk menjaga agar suatu bentangan dataran tetap hijau.
Tapi sekarang, orang dapat melihat bahwa setiap halaman rumput pun tetap hijau, sekalipun tidak turun hujan. Jaringan air yang luas telah digunakan dan suatu teknologi yang superior telah dikembangkan hanya agar Anda dan saya dapat memiliki rerumputan yang hijau di depan rumah-rumah kita. Ini hanyalah satu contoh, yang menggambarkan betapa besar perhatian telah diberikan untuk dunya. Padahal sesungguhnya ada kebutuhan yang lebih besar untuk membangun akhirat kita, kehidupan setelah dunya ini. Adalah Akhirat, dan bukan Dunya, yang vital bagi orang-orang di abad 21 ini. Orang-orang itu, yang menggunakan teknologi pada setiap urusan, yang intelegensi dan kecerdasan dan kepandaiannya terus bertambah setiap hari, seharusnyalah menyalurkan energi mereka untuk membangun Akhirat yang jauh tidak terbandingkan (keindahan dan kenikmatannya, penj.) dibandingkan Dunya mereka. Seseorang mampu untuk bertahan hidup dengan teknologi maupun tanpa teknologi. Orang mampu untuk bertahan hidup baik dengan adanya tenaga listrik maupun tanpa tenaga listrik. Seseorang dapat hidup dalam sebuah rumah yang modern maupun dalam suatu tenda yang sederhana. Berapa pun jangkauan umur hidup yang Allah ??telah putuskan untuk seseorang akan dipenuhi, tanpa memandang faktor-faktor ini. Allah ? telah memberikan pada kita umur hidup yang berbeda-beda. Beberapa orang hidup hingga 100 atau 70 atau 80 tahun. Sementara, beberapa orang yang lain hanya hidup selama lima tahun, atau malah cuma satu hari. Allah ??telah mengaruniakan pada setiap orang dari Anda-anda ini, suatu jangka waktu tertentu untuk hidup. Anda akan hidup dan kemudian melaluinya menuju ke Kehidupan Berikutnya. Jika Anda sungguh-sungguh percaya dan beriman bahwa waktu Anda di Akhirat (Kehidupan Berikutnya) adalah lebih lama dan lebih penting daripada waktu Anda di Dunya ini, maka mengapa Anda tidak berusaha untuk membangun Akhirat yang lebih baik bagi diri Anda sendiri? Lihatlah secara mendalam pada sifat sejati dari suatu kehidupan, dan Anda akan mendapati bahwa mereka yang hidup sebelum kita, menjalani kehidupannya dengan cara yang amat serupa dengan cara kita, sekalipun tanpa adanya tenaga listrik atau teknologi lainnya. Mereka juga punya keluarga dan punya rumah. Mereka tidur dan bangun. Mereka pun bekerja dan menghabiskan waktu luang mereka bersama keluarga, kolega, tetangga, dan sahabat-sahabat mereka. Mereka puas dengan apa yang mereka miliki. Mereka telah merasa seperti hidup di Surga. Tapi kita malah merasa kasihan pada mereka karena mereka tidak memiliki listrik, air conditioning (AC), pemanas ruangan atau lampu, air panas, email dan Internet. Kita berpikir bahwa hidup kita jauh lebih baik daripada mereka dan kita merasa seakan-akan kita hidup di surga. Tapi, orang-orang yang hidup bahkan 1000 tahun yang lalu pun merasa bahwa hidup mereka adalah bagai di surga. Perasaan-perasaan serupa seperti ini didasarkan pada persepsi yang relatif. Mereka berbahagia dengan hidup mereka; Anda pun berbahagia dengan hidup Anda. Hal ini bukanlah hal yang paling penting. Mereka berbahagia dengan apa yang mereka punya, dan kita pun berbahagia dengan apa yang kita punya. Dan mungkin, generasi yang akan datang pun akan lebih berbahagia dengan apa yang mereka miliki dan ketika mereka melihat ke belakang, mereka akan memandang apa yang kita punya sebagai hal-hal yang primitif. Bagaimana pun dunia ini membuat hidup kita lebih baik, tetap saja ia memiliki batas-batasnya, limit-limitnya. Dunya tidak akan pernah dapat menyaingi Akhirat. Dengan hanya membaca beberapa ayat dari Quran Suci atau suatu fragmen dari suatu hadits, Allah ??dan Rasulullah ? telah menggambarkan suatu Akhirat yang berada di luar imajinasi (khayalan) kolektif kita sekalipun. Sebagai suatu contoh sederhana, Nabi ? pernah bersabda, “Seandainya seorang hur al-’ayn (bidadari surga) memperlihatkan satu dari kuku jarinya pada dunia ini, setiap orang yang berada di segenap alam ini akan jatuh pingsan.” Tak ada dari dunia ini yang dapat menyamai keindahan yang akan Allah ? karuniakan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, di Akhirat nanti. Kita belajar bahwa keharuman dan keindahan satu saja kuku jari di akhirat akan melenyapkan semua yang ada di dunya ini. Mengapa kita menghabiskan waktu, untuk membangun dunya kita ini lebih daripada untuk akhirat? Padahal tak ada dari kita yang mengetahui kapan Allah ? akan memanggil kita dari hidup ini. Ingatlah kisah Firaun dari Mesir. Lihatlah pada piramid-piramid di sana dan perhatikan apa yang telah ditemukan di Luxor dan Aswan (nama daerah di Mesir, penj.). Semua raja-raja itu dikubur bersama harta mereka yang amat berlimpah, tapi apa yang sebenarnya telah mereka bawa bersama mereka ke kehidupan berikutnya? Badan-badan mereka kini hanyalah menghiasi museum sebagai mummi-mummi, untuk menghasilkan uang. Mereka mati dan telah pergi. Tak peduli lagi apa yang dulu mereka makan, apakah roti, ataukah beras, ataukah mungkin hanya daun-daun dari hutan. Hal ini terjadi pula ketika Sayyidina ‘Ubaidullah al-Ahrar q.s., mursyid ke-20 dalam Silsilah Emas Thariqat Naqsybandi, memerintahkan seorang murid beliau untuk pergi ke sebuah gunung untuk menunggu beliau. Sang murid menaatinya karena Islam berarti ITTIBA’, “MENGIKUTI”. Lebih khususnya, mengikuti jalan para Syaikh atau Guru yang akan membawa Anda menuju Jalan Nabi ?. Anda adalah seorang murid. Jika Anda seorang murid, maka Anda mesti memiliki seorang Guru. Harus ada seorang guru dan harus ada pula seorang murid. Jika kita mengikuti trend dari banyak ‘ulama saat ini yang mengatakan bahwa mereka mengajari “tulaab al-’ilm” (siswa atau murid dari ilmu), maka kita pun mesti menerima akan perlunya memiliki seorang guru. Seperti halnya suatu bangunan atau gedung harus memiliki atap atau langit-langit, seorang guru pun harus memiliki murid, dan seorang murid harus memiliki seorang guru. Melanjutkan cerita tadi, Sayyidina ‘Ubaidallah ??berkata pada muridnya, “Pergilah, aku akan datang.” Sang murid pun pergi, hanya berpikir, “sang Syaikh berkata ‘Pergi’, maka aku pun pergi”. Waktu Maghrib pun tiba, dan Sang Syaikh belum tiba. Ia (sang murid) pun menunggu. Hari berikutnya, sang Syaikh masih juga belum datang. Sang murid mulai untuk makan buah-buahan yang ada sampai tak ada lagi makanan yang tersisa. Satu minggu berlalu dan sang Syaikh pun masih belum datang. Satu bulan berganti menjadi tiga bulan. Berlalu pula musim penghujan dan musim kemarau. Hari demi hari berlalu, namun sang murid tetap menunggu dengan penuh kesabaran baik dalam guyuran air hujan yang lebat maupun dalam cuaca buruk lainnya. Dan saat salju mulai turun, bumi pun membeku dan ia tidak menemukan apa-apa untuk dimakan. Tapi Allah ?, Yang Maha Pemurah, mengirimkan baginya seekor rusa. Rusa itu datang di pagi hari, dan sang mureed memerah susu darinya, dan ia pun puas dan bersyukur sepanjang hari. Ia paham benar akan ayat, “Ma khalaqta al-jinna wal ins illa li ya`buduna la uriidu minhum min rizq wa la uriid an yut’imuun”. “Tidaklah Aku ciptakan Jinn dan Manusia kecuali untuk menyembah-Ku. Aku tidak meminta dari mereka rizki, tidak pula Aku minta mereka untuk memberi makan pada-Ku”. Allah ? menyediakan bagi murid ini karena ia adalah seorang PENGIKUT yang baik yang menginginkan untuk membangun akhirat-nya lebih dari keinginan lain apa pun. Allah ??menyediakan makanan untuk memberinya energi. Makan, bukanlah sekedar suatu jawaban terhadap perasaan lapar secara biologis. Makan menyediakan bahan bakar bagi tubuh Anda untuk beribadah. Anda harus memulai setiap makan dengan niat untuk memperoleh energi untuk ibadah. Dan Anda harus menggunakan energi ini untuk membangun Akhirat Anda. Jika Anda memperhatikan baik-baik pesan ini, dan mengikuti Sunnah untuk membangun akhirat Anda, Allah ??akan membuat Anda merasa puas dan kenyang sekalipun dengan hal yang paling kecil dan sederhana. Sang murid tadi menunggu kedatangan Syaikh-nya selama tujuh tahun. Ia minum susu dari rusa tadi setiap hari dan kemudian membaca Quran. Hewan-hewan akan berkumpul di sekelilingnya untuk mendengar dzikir-nya dan mendengar bacaan ayat-ayat Quran, dan mereka pun menjadi amat jinak. Kebalikannya, kita, adalah hewan-hewan liar dan buas - bahkan terhadap satu sama lain. Kita mesti meninggalkan Setan dan mengikuti Rahman. Kita mesti mengingat akan sang murid yang demikian bahagia hanya dengan hal-hal dan kenikmatan yang amat sederhana, dan para pendahulu kita juga bahagia hidup dalam gubuk-gubuk yang hanya diterangi dengan minyak dan lilin. Jika tenaga listrik mati untuk beberapa menit saja saat ini, tentu kita akan merasa susah. Mereka bahagia hanya mengendarai kuda atau keledai, atau malah hanya berjalan kaki. Mereka mengukur jarak dengan hitungan berapa jam yang diperlukan untuk bepergian dengan kuda atau keledai. Sekarang, Allah ? telah mengaruniai kita dengan pesawat terbang dan mobil yang cepat. Benda-benda ini membuat kita bahagia, untuk suatu waktu, tapi pada akhirnya kita menjadi sama saja dengan mereka yang telah wafat mendahului kita. Hidup mereka, di waktu mereka, dan hidup kita di waktu kita saat ini adalah sama. Jika kita tidak menggunakan waktu yang telah dikaruniakan Allah ??bagi kita untuk membangun akhirat kita, maka akhirnya kita akan merugi. Akhirat tidak dapat dibangun dengan teknologi, atau dengan apa yang sekarang dinamai peradaban. Akhirat hanya bisa dibangun dengan amal salih, amal kebajikan, suatu perbuatan yang dilakukan pada kehidupan ini, tapi terlaksana demi akhirat. Pertemuan yang saat ini kita lakukan mungkin termasuk perbuatan semacam itu. Ada begitu banyak pertemuan dan majlis seperti ini di seluruh dunia. Banyak orang yang duduk di antara salat Maghrib dan ‘Isya’ dan berdzikir mengingat Allah ??dan mengingat serta menyebut Nabi ?. Alhamdulillah - dengan dukungan spiritual dari Rasulullah ? melalui silsilah dari para Syaikh kita, yang merupakan suatu transmisi dari seorang Grandsyaikh dari Grandsyaikhnya, dan seterusnya hingga kembali menuju Nabi ? - kita dapat datang berkumpul, duduk bersama, mendengar dan kemudian pergi. Tapi seandainya pertemuan kita ini tidak membuahkan apa pun maka ia adalah suatu pertemuan yang tak bermanfaat. Banyak pohon yang tumbuh tapi tidak berbuah, yang merupakan pohon feral. Tapi, untuk pohon-pohon yang tumbuh dan mengeluarkan buah, kita menyebut mereka berbuah, berguna. Jika pertemuan-pertemuan ini tidak menolong kita untuk memperbaiki akhirat kita, maka kita hanyalah menghabiskan waktu belaka. Kita berdoa, “Yaa Rabbi, peliharalah kami pada jalan yang lurus, peliharalah kami pada jalan Nabi Muhammad ?. Buatlah kami agar mengikuti Sunnah beliau. Lemparkanlah dari dalam hati kalbu kami “hubb ad-dunya” - cinta akan dunia. Penuhi hati kalbu kami dengan “hubb al-akhira”, kecintaan akan akhirat, kehidupan selanjutnya. Jauhkan dari kalbu kami “syahwat al-haram”, keinginan akan hal-hal terlarang, dan penuhi hati kalbu kami dengan “syahwat al-halal”, keinginan akan apa yang diperbolehkan bagi kami. Karuniakan pada kami adab dan akhlaq yang luhur dan bersihkan dari diri kami segala adab dan akhlaq yang buruk.” Semoga Allah ??memberikan jalan terbaik untuk membangun akhirat kita dan untuk mengikuti bimbingan dan petunjuk dari Syuyukh kita dan bimbingan petunjuk dari Sayyidina Muhammad ?. Bi hurmatil Faatihah.
Wa min Allah at taufiq.