Abstrak.
Upaya menaikkan kesejahteraan guru terus diperjuangkan mulai dari kenaikan pangkat 4 tahunan menjadi kenaikan pangkat otomatis kemudian bisa (2 tahunan). Pengalaman di atas kita harus waspada jangan sampai kenaikan gaji guru 1 kali gaji bernasib sama, mampu meningkatkan kesejahteraan guru tetapi tidak mampu meningkatkan mutu pendidikan. Selama ini yang digarap oleh penggede-penggede pendidikan hanya sebatas mutu fisik, sedangkan mutu budi pekerti diabaikan. Kata kunci : Kesejahteraan guru, mutu pendidikan, dan budi pekerti.
Pendahuluan
Pada masa K.H. Dewantara profesi guru menjadi idola dan impian bagi setiap pemuda. Idealisme untuk menjadi guru yang profesional sangat tinggi, padahal kondisi negara saat itu masa transisi menuju dan mempertahankan kemerdekaan. Di kala itu para pemuda terpanggil untuk menjadi guru, karena rasa nasionalismenya tinggi, sangat wajar kalau guru di kala itu mendapat predikat guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan guru digugu lan ditiru. Tampaknya predikat tersebut hanya berlaku sementara dan kini telah berubah hanyut ditelan arus perubahan. Guru kini kehilangan jati dirinya. Impian bagi setiap pemuda untuk menjadi guru kini benar-benar telah hanyut. Bukan rasa nasionalisme yang tinggi, melainkan kini menjadi guru karena tidak sengaja, terpaksa, dan bukan karena cita-cita.
Di era reformasi ini muncul istilah sertifikasi, seiring dengan munculnya istilah profesi guru diidentikkan dengan profesi di kedokteran, psikologi, akuntansi, dan hukum. Lulusan sarjana hukum misalnya, untuk menjadi Notaris harus menempuh sertifikat terlebih dahulu, senada dengan ini menurut Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat (1) bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan profesi. Dengan demikian jelaslah bahwa seorang guru yang profesional salah satu persyaratannya adalah telah lulus sarjana pendidikan dan telah memiliki sertifikat pendidik.
Kesejahteraan Guru
Selama ini orang awam beranggapan bahwa kesejahteraan guru (PNS) dianggap sangat kecil bila dibanding dengan gaji PNS-PNS lain. Dengan disahkannya Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) maka kesejahteraan guru ada kenaikan secara tajam satu kali gaji yang diterima selama ini. Kita menengok sejarah perjuangan perjalanan menaikkan kesejahteraan guru sejak dulu hingga sekarang terus diperjuangkan, perjuangan tersebut antara lain melalui kenaikan pangkat semula 4 tahunan sebagaimana PNS lain dalam bentuk reguler kenyataan di lapangan sering terlambat karena aturan birokrasi, kemudian berubah menjadi kenaikan pangkat secara otomatis menghapus segala keterlambatan. Upaya menaikkan kesejahteraan guru terus diperjuangkan akhirnya secara spektakuler guru bisa naik pangkat dengan menduduki masa kerja dalam kepangkatannya selama 2 tahun (Menpan, 1993) dengan harapan kesejahteraan guru meningkat diimbangi mutu pendidikan meningkat pula, ternyata itu hanya harapan saja. Pengalaman di atas kita harus waspada jangan sampai kenaikan gaji guru satu kali gaji bernasib sama dengan dulu, yakni mampu meningkatkan kesejahteraan guru tetapi tidak mampu meningkatkan mutu pendidikan, demikian juga citra guru di mata masyarakat. Seiring dengan ini, Muchlas Samani (2007) menyatakan kita punya pengalaman proyek PKG (Program Kerja Guru) yang pada pelaksanaannya dinilai sukses namun diakhir proyek evaluasi komprehensif menunjukkan bahwa PKG dinilai mampu meningkatkan mutu guru tetapi belum mampu meningkatkan mutu pendidikan. Jangan-jangan nasib sertifikasi guru sebagai upaya perwujudan UUGD bernasib sama dengan nasib PKG.
Dari pengalaman-pengalaman di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya selama ini yang digarap oleh penggede-penggede pendidikan hanya sebatas pada mutu fisik, mutu pengetahuan, dan mutu teknologi bukan mutu budi pekerti. Mutu budi pekerti selama ini belum disentuh sama sekali, jangan disalahkan kalau upaya peningkatan mutu pendidikan selalu dikaitkan dengan mutu kesejahteraan guru selalu mengalami kegagalan. Upaya peningkatan mutu budi pekertilah akan mengubah citra guru kembali ke jatidirinya dan para pemuda akan bangkit kembali rasa nasionalisme yang tinggi (nation character building). Daoed Joesoef (dalam Dono Saputro, 2001) mengatakan bahwa hanya ada dua profesi di dunia ini yakni profesi guru dan lainnya. Sadarilah, percaya atau tidak, suka atau tidak, dan mau atau tidak, guru (PNS) adalah satu-satunya PNS yang memiliki gaji terbesar (gaji ganda) yang tidak dimiliki oleh PNS lain, yakni (1) setiap awal bulan dari pemerintah, dan (2) di akhirat kelak hanya Tuhan semata yang akan memberi imbalan gaji besar. Senada dengan ini baginda Rosullullah s.a.w. bersabda jika anak turun Adam meninggal dunia putuslah segala amalnya kecuali amal jariyah, mempunyai anak soleh-solihah, dan ilmu yang bermanfaat.
Implementasi Sertifikasi Guru
UUGD pada pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidikan kepada guru dan dosen sedangkan pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikasi pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Pasal 8 menyebutkan bahwa guru wajib memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) menyebutkan bahwa Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji. Jadi guru memiliki sertifikasi profesi baru berhak diajukan gajinya dinaikkan sebesar satu kali gaji. Untuk memperoleh sertifikat pendidik menurut Muchlas Samami (2007) alur uji sertifikasi guru sebagai berikut:
Penutup
Kesimpulan
Sejarah perjuangan menaikkan kesejahteraan guru seiring dengan peningkatan mutu pendidikan terus diperjuangkan mulai dari kenaikan pangkat 4 tahunan menjadi kenaikan pangkat otomatis, dari kenaikan pangkat otomatis menjadi bisa naik pangkat menduduki pangkat 2 tahun dinaikkan ke pangkat berikutnya, dan sertifikasi guru mendapat tambahan satu kali gaji dengan harapan guru profesional. Guru profesional berijazah S-1 / D-IV dan bersertifikat, sebelum mendapat sertifikat pendidik diseleksi melalui tes dengan materi (a) self apprasial, (b) porto folio, dan (c) penilaian atasan/sejawat.
Saran-saran
Upaya peningkatan kesejahteraan guru sejak dulu hingga sekarang terus diperjuangkan dengan harapan ada peningkatan mutu pendidikan namun hasilnya belum bisa memenuhi harapan. Selama ini upaya-upaya tersebut yang digarap oleh penggede-penggede pendidikan hanya sebatas pada mutu fisik, mutu pengetahuan, dan mutu teknologi bukan mutu budi pekerti. Mutu budi pekerti selama ini belum disentuh sama sekali, jangan disalahkan kalau upaya peningkatan mutu pendidikan selalu dikaitkan dengan kesejahteraan guru selalu mengalami kegagalan.
(Ditulis oleh : Drs. Sukaryono, M.Pd Kepala Sekolah SMPN 2 Lawang Kab. Malang - Jawa Timur)